Legenda Dewa Harem

Chapter 93: Aku Akan Memeliharanya



Chapter 93: Aku Akan Memeliharanya

"Boneka itu adalah boneka ginseng. Guru ketiga mengatakan bahwa boneka itu bisa menyembuhkan penyakitku." Kata Randika pada Indra dengan nada menenangkan.

"Maksud kakak adalah kau ingin memakannya?" Mata Indra terbelalak.

"Tentu saja tidak." Ekspresi Randika benar-benar terlihat serius. "Aku hanya memberikannya pada guru ketiga."

"Apa yang akan dilakukan guru ketiga dengannya?" Indra memeluk boneka ginseng itu. Boneka itu tampak menikmati pelukan hangat Indra.

Melihat adegan itu Randika menjadi tidak bisa berkata-kata. Kenapa bisa boneka itu begitu akrab dengan Indra? Seharusnya ia sangat waspada terhadap manusia.

"Aku kurang tahu mengenai itu. Aku yakin guru ketiga akan menanganinya dengan baik." Kata Randika.

"Kak. Kau bohong padaku. Guru ketiga jelas akan membuatnya menjadi obat-obatan." Kata Indra dengan nada serius.

Bajingan, sejak kapan Indra menjadi bisa berpikir? Dia menjadi pintar di saat yang tidak tepat.

"Indra, tubuhku benar-benar terluka. Boneka itu adalah satu-satunya kesempatanku untuk sembuh." Kata Randika dengan tulus. "Dengan begitu barulah aku bisa bertarung sekuat tenaga."

"Kak, kenapa kau perlu bertarung sekuat tenaga? Kau sudah sangat kuat sekarang." Tanya Indra.

"Karena selalu ada orang yang ingin menyakitiku. Aku tidak bisa melindungi diriku setiap saat." Randika lalu menatap Indra lekat-lekat. "Berikan boneka itu padaku."

"Kalau begitu aku akan melindungimu! Kau tidak perlu boneka ini." Indra kemudian meletakan boneka itu di pundaknya. Boneka ginseng itu terlihat tertawa dan duduk dengan santai di pundak Indra, ia sama sekali tidak takut terhadap Indra.

Mendengar kata-kata Indra itu, Randika menjadi sedikit marah di dalam hatinya.

"Apa kau masih menganggapku kakak seperguruanmu?" Randika pura-pura menjadi marah. "Apa kau sudah lupa kata-kata guru sebelum kau meninggalkan gunung? Kau harus mendengarkanku selama kau mengikutiku. Dan sekarang kau berani melawan kakak seperguruanmu?"

Indra menggelengkan kepalanya. "Aku hanya mendengar kata-kata bijak kakak saja."

Bajingan! Dia jadi pintar bermain dengan kata-kata.

Randika sudah hampir gila, dia serasa ingin menguliti Indra hidup-hidup.

"Kak, kenapa mukamu menjadi seperti itu? Apakah kakak kebelet eek?" Tanya Indra.

Ya tuhan, kenapa dia menjadi polos kembali?

Randika dengan cepat berpikir keras jawaban apa yang cocok untuk Indra. Dia harus meyakinkan Indra untuk menangkap boneka itu. Karena Indra sangat akrab dengan boneka tersebut, dialah satu-satunya harapan bagi Randika.

"Kak, coba lihat boneka ini sekali lagi." Indra mengambil dan menaruh boneka ginseng itu di tangannya. "Bukankah dia sangat lucu?"

Lucu?

Boneka mesum dan licik seperti ini lucu?

Randika sudah hampir muntah darah. Baiklah, adik seperguruannya ini telah menang.

Randika menghela napas dalam-dalam. Tiba-tiba, boneka ginseng itu memanjat ke pundak Randika dan sambil tersenyum mencubit pipinya.

Melihat tindakan boneka ini, Randika tahu bahwa boneka ini sedang mengejeknya.

"Terus mau kau apakan boneka ini?" Tanya Randika.

"Aku ingin memeliharanya dan menatap keimutannya setiap hari." Kata Indra sambil tersenyum.

Memeliharanya?

Randika terkejut, dia lalu menatap Indra dengan bingung. Adik seperguruannya ini ingin memelihara boneka ginseng seperti anjingnya?

Tetapi setelah dilihat-lihat, mereka berdua memang memiliki sifat yang sama.

Boneka ginseng itu kembali memanjat pundak Indra dan meluncur dari punggung Indra ke kasur. Ia terlihat bahagia sekali.

"Kak, aku rasa luka di tubuhmu bisa sembuh oleh waktu. Sedangkan boneka ini adalah makhluk bernyawa, guru selalu mengingatkanku untuk menghargai seluruh makhluk hidup." Indra lalu menatap Randika dengan serius. "Jadi kak, aku mohon kakak tidak akan menangkap boneka ini lagi."

Kau ingin aku menyerah?

Randika menampar dahinya keras-keras, dia tidak menyangka Indra akan mengajarkannya tentang moral. Dia benar-benar sudah belajar caranya memberontak.

"Baiklah, aku tidak akan berusaha menangkapnya lagi." Randika lalu melirik boneka ginseng itu dari sudut matanya. Dia melihat boneka itu sedang asyik berlompatan di kasur, Randika benar-benar ingin menerjangnya dan menangkapnya di udara.

"Kakak seperguruan memang pengertian! Aku benar-benar menghormatimu." Indra terlihat senang. "Sekarang aku lapar, aku akan membawanya mencari makan bersamaku."

Ah?

Randika berdiri membeku beberapa saat, lalu dia hanya bisa tersenyum pahit. "Kalau begitu aku akan ikut denganmu."

Dia lalu menatap boneka ginseng tersebut. Dia harus memikirkan cara untuk menangkapnya tanpa diketahui oleh Indra.

Mereka bertiga lalu pergi bersama-sama. Boneka ginseng itu duduk dengan manis di pundak Indra, kedua pasangan ini terlihat menggemaskan. Semua pejalan kaki yang melihatnya tersenyum olehnya, bahkan beberapa perempuan berteriak histeris melihatnya. Mereka benar-benar menganggapnya menggemaskan.

Boneka ginseng itu sepanjang jalan terlihat tersenyum setiap saat, dia sepertinya menikmati dunia manusia yang menarik ini.

"Kau mau makan apa?" Indra bertanya pada boneka ginseng. "Ah, aku lupa kalau kau tidak bisa berbicara."

"Kalau begitu bagaimana kalau nasi padang?"

Indra memutuskan apa yang ingin dia makan. Randika hanya bisa mengikutinya dengan wajah sedih.

Pada saat ini, tiba-tiba dari belakang mereka terdengar suara yang memanggil mereka. "Berhenti!"

Mendengar suara itu, Randika dan Indra berhenti berjalan dan menoleh ke belakang. Mereka terkejut karena seorang perempuan paruh baya yang berpakaian mewah ternyata yang memanggil mereka.

Tante-tante ini terlihat gemuk dan jari-jarinya dipenuhi cincin. Belum lagi pakaian yang dia pakai serasa bisa robek kapanpun karena perut yang gemuk itu.

Yang paling membuat tante ini mencolok adalah lipstik yang tebal, kalung berlian yang dikenakannya dan kedua pengawal yang ada di belakangnya. Para sobat miskin akan minder dan menangis di bawah aura orang kayanya ini.

Mata Vero, si perempuan kaya gemuk itu, segera terkunci pada boneka ginseng yang ada di pundak Indra.

"Apa itu yang ada di pundakmu? Akan kubeli dia!" Vero benar-benar mengatakannya dengan arogan. Dia tidak menganggap kedua orang lainnya, dia hanya tertarik dengan boneka ginseng tersebut.

"Benda itu sangat mencolok dari manapun kau lihat. Aku akan membawanya untuk menjadi koleksiku." Nada Vero terdengar menyebalkan. Tetapi, Randika dan Indra tidak mempedulikannya dan berjalan pergi dari sana.

Vero berdiri linglung, terkejut karena dirinya dicuekin. Dia lalu merasa malu dan marah.

"Kak, kenapa kita meninggalkan orang itu?" Wajah Indra terlihat bingung. Barusan Randika menarik paksa Indra dan bergegas meninggalkan perempuan kaya itu. Hal ini membuatnya bingung.

"Memangnya kau ingin menjual boneka yang ada di pundakmu itu?" Tanya Randika dengan santai.

"Tentu saja tidak!" Indra dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu percayalah padaku, orang tadi berniat membeli boneka ginseng itu. Dan dari cara bicaranya saja dia sudah terlihat seperti orang sombong, apakah kau tidak kesal mendengarnya?"

"Sedikit." Indra mulai memahami apa yang dikatakan Randika. "Tapi guru mengajarkanku bahwa jangan sembarangan menghajar orang, jadi aku tidak bisa berbuat apa-apa."

Sepertinya Indra kembali menjadi dirinya yang merupakan orang pedesaan lagi.

"Hei! Kalian tidak mendengarku tadi? Aku ingin membelinya!" Suara Vero masih dapat terdengar dari belakang, dia berlari menghampiri Randika dan Indra. Randika sudah malas untuk menoleh dan tetap berjalan.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.