Legenda Dewa Harem

Chapter 38: Sini Kubuktikan agar Kau Percaya!



Chapter 38: Sini Kubuktikan agar Kau Percaya!

Di bar itu, Randika melihat Viona sedang duduk di sana.

Viona sedang bersama seorang pria. Melihat ini, Randika mengerutkan dahinya. Berani merebut milikku?

Mulutnya juga ikut tersenyum selagi dia berjalan masuk ke dalam bar.

Pada saat ini, Kevin sedang berbincang-bincang dengan Viona. Dari topik yang dibicarakannya, nampaknya pria ini sudah hampir kehabisan.

Sebelum ini, Kevin sudah berkenalan dengan Viona. Bisa dikatakan, itu adalah jatuh cinta pada pandangan pertama. Dari awal pertemuan mereka hingga sekarang, Kevin mengejar-ngejar Viona dengan susah payah tetapi tidak ada kemajuan di antara mereka.

Viona selalu tidak responsif ketika mereka berbicara, menjaga jarak dengannya, membalas pesannya setelah lama terkirim dll. Hal ini membuat Kevin murung.

Jadi, hari ini dia mengajak Viona untuk bercengkerama agar hubungan mereka semakin baik. Jika hari ini tidak berjalan dengan baik, mau tidak mau Kevin harus menggunakan cara liciknya.

"Viona, coba pikirkan dulu saja mengenai hubungan kita ini." Kevin terlihat kecewa. Sejujurnya, Kevin sendiri tidaklah jelek, dia tergolong orang yang tampan. Tapi entah kenapa, hal ini tidak menarik hati Viona dan dia merasa ada yang aneh dengan Kevin.

"Aku tidak perlu memikirkannya." Viona menggeleng. "Maafkan aku, aku hanya menganggap dirimu sebagai teman."

"Ayolah Viona, setidaknya berikan aku kesempatan." Kata Kevin. "Aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu, setidaknya berkencanlah sekali denganku. Kita akan menjalani ini dengan pelan kalau perlu."

"Aku akan mengatakan sejujurnya kepadamu. Aku tidak suka denganmu dan aku tidak bisa memaksakan perasaanku." Kata Viona dengan muka serius. "Kamu tidak perlu membuang waktumu denganku. Aku yakin, tidak perlu waktu lama bagimu kalau mengejar perempuan lain."

"Bisa katakan apa penyebabnya?" Kevin tersenyum pahit. "Atau kau mencintai dirimu sendiri sampai-sampai menolak orang lain? Atau ada yang salah dariku?"

Viona menggelengkan kepalanya. "Kau tidak mengerti perkataanku tadi. Aku tidak punya perasaan apa-apa ke kamu dan aku tidak bisa memaksa diriku untuk mencintai orang. Setiap orang juga memiliki kekurangan dan aku mencari orang yang bisa membantuku mengatasi kekuranganku dan membawaku menjadi pribadi yang baik."

Di saat Viona berkata demikian, tiba-tiba, dalam pikirannya muncul sosok Randika dengan senyuman nakalnya itu.

Mungkin sejak dia menolong dirinya di taman itu, dia sudah jatuh cinta padanya.

Viona lalu memejamkan matanya dan berusaha menenangkan dirinya.

"Dengan begini aku harap kau sadar telah membuang waktumu untukku. Aku punya urusan lain dan aku perlu mengurusnya segera mungkin." Ketika Viona hendak pergi, tangannya ditarik oleh Kevin.

Melihat Viona yang mengerutkan dahinya, Kevin dengan cepat mengatakan. "Viona, aku tahu kita tidak bisa berpacaran setidaknya aku harap kita bisa tetap menjadi teman. Sebagai teman, aku minta tolong temani aku sebentar."

Melihat muka melas Kevin, Viona sedikit ragu.

"Jangan khawatir, kita hanya minum dan mengobrol. Aku tidak akan berbuat aneh-aneh." Kevin memaksakan dirinya tersenyum tetapi dalam hatinya dia sangat marah. Dia sudah membulatkan tekadnya untuk memakai obat yang dibawanya untuk membuat teler Viona.

"Baiklah." Mendengar Kevin ingin menjaga hubungan pertemanan mereka, Viona menganggap tidak ada salahnya dengan hal itu.

"Aku cuma tidak habis pikir, pria mana yang beruntung yang bisa mendapatkan dirimu yang cantik ini sebagai pasangannya." Ketika berbicara, Kevin memasukkan obatnya ke dalam minuman Viona tanpa disadarinya.

Namun, hal ini tidak luput dari penglihatan Randika.

"Mungkin ini adalah hari terakhir kita bertemu." Kevin mengangkat gelasnya dan ingin bersulang dengan Viona. "Aku harap besok kita akan sama-sama membuka lembaran baru."

"Bersulang untuk kebaikan kita masing-masing," Kata Viona sambil tersenyum. "Aku harap kau mendapatkan pasangan hidupmu segera mungkin."

"Bersulang." Mata Kevin sudah dipenuhi sinar kelicikkan. Dia menempelkan bibirnya di gelasnya tetapi tidak meminumnya. Dia menunggu Viona meminum minuman miliknya.

Malam ini kau milikku!

Pikiran mesumnya sudah ke mana-mana. Karena dirinya tidak bisa memiliki Viona, setidaknya malam dia akan menjadi milikku!

Tetapi seketika itu juga, sebuah tangan menampar meja mereka.

Kevin terkejut dan bahkan Viona memecahkan gelasnya saking terkejutnya.

"Siapa kamu?" Wajah Kevin terlihat jelek karena rencananya telah gagal. Karena pria ini, gelas Viona telah pecah dan minumannya telah tumpah di lantai.

Viona menoleh dan melihat bahwa orang tersebut adalah Randika. Dia terdiam membeku bukan karena keterkejutannya tetapi karena kata-kata yang dilontarkan Randika.

"Aku pacarnya Viona, kamu siapa?" Randika tersenyum dan meminta pelayan untuk membersihkan minuman yang tumpah. Dia lalu menarik tangan Viona dan mengatakan. "Sayang kenapa kamu pergi sendirian tanpa mengabariku?"

Setelah itu, tanpa mempedulikan tatapan Kevin, dia duduk di sebelah Viona.

"Sayang maafkan aku yang terlalu cemburu ini. Minumanmu juga sampai jatuh, sini akan kubelikan yang baru." Randika lalu mengambil menu dan memanggil pelayan yang lain. "Minuman ini cocok dengan seleramu yang suka manis itu, yang ini juga terlihat enak."

Randika merangkul bahu Viona sambil terus melihat menunya. Kevin, yang dari tadi melihat mereka berdua bermesraan, mulai tidak dapat menahan diri karena diabaikan.

"Kalau begitu kami pesan ini dan segelas air untukku." Randika lalu menurunkan buku menu dan bertanya. "Sayang, apakah kamu yang membayar minuman kita nanti?"

"Tidak." Viona menggelengkan kepalanya. "Temanku Kevin ini ngomong kalau dia akan mentraktirku."

"Oh?" Pandangan Randika mengarah kepada Kevin. "Wah terima kasih bro! Kau memang dermawan sekali. Kalau begitu aku pesan yang lain ya!"

Melihat senyuman Randika itu, Kevin tersenyum canggung. Malam penuh gairahnya telah gagal?

Bajingan ini berani-beraninya ingin mengambil apa yang telah menjadi milikku. Beruntung aku tidak membunuhmu! Randika juga berpikir kalau dia membunuhnya, siapa yang akan membayar minuman mahal ini.

"Pesan saja, temannya Viona adalah temanku juga!" Kevin segera tersenyum hangat dan Randika membalas senyumannya. "Kau benar-benar dermawan sekali. Senang berkenalan denganmu."

Kemudian Randika mengajaknya bersalaman.

Untuk menghindari kecanggungan, Kevin berjabat tangan dengan Randika. Seketika itu juga, tangannya diremas kuat oleh Randika. Dia merasa bahwa tangannya itu mulai remuk.

"Lho? Kenapa mukamu jadi pucat begitu?" Randika pura-pura bingung dan memegang bahu Kevin. "Apakah kamu perlu ke dokter?" Katanya sambil meremas bahu Kevin.

Meskipun begitu, Kevin tidak berteriak sakit karena dia masih ingin menunjukan sisi kerennya kepada Viona.

Namun, tatapan mata Kevin menjadi tajam dan melototi Randika. Ketika dia mengetahui bahwa Viona memperhatikan mereka, dia mengatakan. "Ah tidak apa-apa, perutku tiba-tiba sakit."

"Oh begitu! Kalau kau minum alkohol sebanyak itu tidak heran perutmu tidak kuat. Kau malah membuang uangmu dengan memuntahkannya. Spesialis bar ini bukan di alkoholnya tetapi mocktailnya. Sini aku bantu pilihkan, pelayan kami mau pesan!"

Ketika pelayan itu datang sambil membawa menu, Randika langsung memesan. "Aku ingin yang ini, ini, itu dan ini."

Seluruh mocktail yang paling mahal dipesan oleh Randika. Kemudian dia membisiki pelayan tersebut. "Nanti tolong bungkuskan aku 10 tiap minuman itu ya, kira-kira 30 menit lagi aku ambil."

Pelayan itu terkejut tetapi Randika langsung mengatakan, "Jangan khawatir, temanku ini sangat kaya bahkan dia sanggup membeli bar ini hahaha."

Pelayan itu segera memperhatikan cara berpakaian Kevin dan mengangguk.

Lalu Randika menoleh sambil tersenyum, "Jangan khawatir, aku sudah pesan untuk kamu bawa pulang biar kamu nanti nyaman di rumah. Omong-omong ini semua dibayar olehmu kan? Dompetku ketinggalan soalnya di rumah hahahaha!"

Kevin benar-benar naik pitam ketika mendengarnya. Bisa-bisanya pria ini tidak tahu diri seperti itu?

"Tentu saja!" Kata Kevin dengan nada dingin. Harga minuman di bar ini tidak terlalu mahal, tetapi mocktail yang dipesan Randika itu setidaknya berharga 4x lebih mahal daripada minuman biasa. Tiap minuman hampir mencapai 200 ribu rupiah."

Di sisi lain, Randika merasa beruntung karena dia bisa minum secara gratis.

Kevin merasa ada yang janggal dan ingin mengorek informasi lebih lanjut. Dia berkata pada Viona, "Vi, apakah dia beneran pacarmu?"

Viona terkejut ketika mendengar pertanyaan itu. Dia lalu menoleh ke arah Randika dan mukanya memerah. Dia tidak menjawab ataupun menyangkal pertanyaan itu.

Melihat Viona yang tertunduk malu itu, hati Kevin terasa sakit. Hampir 10 bulan dia mengejar-ngejar Viona. Pertanyaan utamanya adalah mengapa bajingan tidak tahu diri ini mampu mencuri hati Viona sedangkan dirinya tidak?

Kevin tidak habis pikir.

Randika melihat muka Kevin dan menebak apa yang sedang dipikirkan orang itu. Oke mari kita berdansa!

"Eh ini enak lho beib, cobalah! Jangan takut gemuk, kau cantik apa adanya kok!" Randika menyodorkan mocktail yang dipesannya sebelumnya sambil mencium pipi Viona.

Melihat tindakan Randika itu, Kevin kembali naik pitam. Dia sudah memeras dirinya dengan memesan minuman sebanyak itu dan sekarang wanita incarannya dia cium dengan mudah? Yang lebih membuatnya marah adalah dia hanya bisa menyaksikan semua ini tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Oh ya, ini yang tadi aku rekomendasikan kepadamu. Cobalah." Randika melihat bahwa api dendam mulai membara di hati Kevin jadi dia bermaksud untuk memberinya minyak agar lebih berkobar lagi.

Saat menyodorkannya, Randika dengan sengaja menumpahkan sedikit minuman tersebut ke Kevin.

"Wah maaf bro! Aku tidak sengaja. Pelayan bisa minta lap tidak?" Randika pura-pura terlihat peduli.

Kevin hanya memelototi Randika dengan wajah muramnya. Hanya orang licik yang bisa melihat kelicikan orang lain, Randika pasti berusaha memanas-manasi dirinya. Sepertinya orang ini juga tahu tentang rencanaku untuk membuat teler Viona.

Menghela napas panjang, Kevin menatap Randika dan bertanya. "Viona, apakah pria ini benar-benar pacarmu?"

Viona mengerutkan dahinya, bukankah kau sudah bertanya?

"Hei kenapa kau ragu begitu? Aku bisa memberikanmu sebuah bukti agar bisa percaya!" Randika lalu berdiri dan memeluk Viona. Seketika itu juga dia mencium bibirnya!

Kedua bibir itu bertemu dan mempersilahkan lidah mereka untuk bersilaturahmi.

Viona aslinya terkejut dengan tindakan Randika ini. Kemudian dia merasakan dada bidang Randika dan tidak bisa menahan diri untuk mengelusnya. Dia lalu berusaha melepaskan diri tetapi lidah Randika tidak memberi kesempatan itu.

Kevin benar-benar patah hati. Dia bahkan bisa mendengar hatinya yang hancur menjadi debu.

Kevin menatap Randika sambil menggertakan giginya. Dia merasa Randika berkata pada dirinya bahwa dia bisa mendapatkan apa yang dia tidak bisa dapatkan.

Selama 10 bulan ini, dia merasa bahwa Viona pada akhirnya akan jatuh pada pelukkannya dan menjadi wanitanya.

Mimpi indah itu sekarang telah hancur!

Setelah 20 detik, mereka berdua akhirnya selesai berciuman. Viona terlihat kecapekan.

Randika memperhatikan ekspresi Kevin. Wajahnya benar-benar menjadi buruk rupa dengan tatapan matanya penuh dengan amarah.

"Maafkan aku, aku perlu ke toilet." Kevin kemudian berdiri dan meninggalkan mereka berdua.

"Apa maksudmu tadi?" Viona bertanya sambil tersipu malu.

"Hmm? Aku hanya menegaskan bahwa tidak ada yang boleh mengusik wanitaku!" Kata Randika sambil tersenyum.

"Maksudmu aku?" Viona semakin tersipu malu.

"Tentu saja meskipun hubungan kita belum resmi." Randika lalu meraih tangan Viona. "Kalau kau mau, sebentar lagi kita ke hotel dan meresmikan hubungan kita. Dengan begitu kau akan menjadi milikku!"

"Akan kupikirkan." Viona kembali menundukkan kepalanya sambil menikmati minumannya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.